Pages

Memahami Hakikat Kebahagiaan

Bahagia itu mudah! Bahagiakanlah orang lain maka engkaupun akan bahagia!
Mendefinisikan kebahagiaan adalah sangat sulit dilakukan. Hal tersebut karena masing-masing individu memberikan pendapat yang berbeda tentang makna kebahagiaan. Bagi seorang yang sedang mendambakan sesuatu, mobil mewah misalnya, maka ketika mendapatkan sesuatu yang didambakan itulah yang merupakan kebahagiaan. Bagi seseorang yang sedang mencoba untuk keluar dari suatu permasalahan, hutang misalnya, maka lunasnya hutang tersebut adalah sebuah kebahagiaan. Dengan demikian kebahagiaan bukan hanya identik dengan "memilki" tetapi juga "tidak memiliki".
Kita tidak bisa mengklaim bahwa memiliki mobil mewah, atau tidak memiliki hutang merupakan sebuah kebahagiaan yang sejati. Karena boleh jadi sebagian orang merasa bahwa tidak memiliki mobil mewah adalah suatu kebahagiaan dan mendapatkan pinjaman hutang adalah suatu kebahagiaan. Karenanya kebahagiaan juga menjadi bersifat relatif dan subjektif.
Hal yang sering kita temui dalam masyarakat kita adalah betapa banyak orang yang kaya dan memiliki pekerjaan dengan posisi yang membuat kehidupan finansialnya berlebih merasakan iri kepada tetangganya yang strata ekonominya di bawah dirinya, bahkan rasa irinya terkadang sangat sepele bagi sebagian orang, misalnya iri bahwa tetangganya memiliki waktu untuk bercengkrama dan bercanda dengan keluarganya, sementara dirinya tidak pernah memiliki banyak waktu utuk berkumpul dan bergaul dengan keluarganya. Akan tetapi bagi orang yang hidupnya sederhana tersebut, juga merasa iri kepada tetangganya yang kaya, karena memiliki rumah, kendaraan, dan barang-barang mewah lainnya.
Betapa peliknya mendefinisikan kebahagiaan boleh jadi pula karena betapa sulitnya untuk menikmati kebahagiaan itu sendiri. Lantas bagaimanakah kita memahami hakikat kebahagiaan?
Dalam pandangan sufistik, mencari kebahagiaan di kehidupan dunia ini, adalah sesuatu yang mustahil didapatkan. Hal ini karena kehidupan dunia sendiri bukanlah ahir dari sebuah kehidupan, karenanya kebahagiaan di dunia adalah mencari kebahagiaan itu sendiri. Lantas jika kebahagiaan adalah sebuah proses, apakah kebahagiaan memiliki tujuan ahir?
Tentu saja kebahagiaan memiliki tujuan ahir juga, yang mungkin dapat kita sebut sebagai kebahagiaan sejati. Namun seperti yang telah disampaikan, bahwa jika kita mencari kebahagiaan sejati tersebut di dalam kehidupan dunia ini maka kita tidak akan pernah mendapatkannya. Maka dari itu, kebahagiaan sejati terletak di kehidupan akhirat nanti. Hal ini tentu sangat sulit diterima bagi orang yang tidak beriman kepada kehidupan paca kematian, atau kehidupan akhirat. Mereka yang tidak beriman, menganggap bahwa kehidupan akhirat yang didalamnya terdapat kebahagiaan al-Jannah (taman surga) adalah sebuah konsepsi bagi orang-orang malas dan putus asa dalam mencari kesuksesan di dunia.
Kita tidak bisa membantah apa yang dikatakan oleh orang-orang yant tidak beriman tersebut, bahwa bagi sebagian orang yang beriman, terkadang terlupa untuk mencari kebahagiaan di dunia dan melenakan dirinya untuk mendapatkan kebahagiaan di akhirat, mereka menjalankan kehidupan asketik ekstrim dan cenderung untuk menyakiti dirinya sendiri. Mereka lupa terhadap kewajiban dirinya baik sebagai manusia secara pribadi maupun sebagai manusia sebagai bagian dari komunitas masyarakat atau keluarga. Karenanya Nabi Muhammad saw, dengan tegas melarang sahabatnya yang menjalankan kehidupan asketis dengan cara shalat dan berpuasa terus menerus sehingga membuat istri dan keluarganya terlantar nafkahnya. Nabi Muhammad saw menyuruh kita untuk membagi waktu kita untuk menjalankan kehidupan duniawi kita dengan berusaha menemukan kebahagiaan sejati yang nanti akan kita petik di akhirat nanti.
Maka untuk menjadi bahagia itu sangatlah mudah, yaitu dengan cara membahagiakan orang lain, terutama orang yang kita sayangi, maka kita pun akan bahagia!

No comments:

Post a Comment