Ketika
memimpin rapat pertemuan antara Yayasan Darul Hidayah Wirakanan
Indramayu dengan orang tua / wali murid saya selalu menekankan bahwa
didirikannya lembaga pendidikan di desa kami sebenarnya adalah merupakan
misi "individu" kami sebagai pengurus yayasan. Individu dalam hal ini
adalah bawasanaya pendirian lembaga pendidikan di desa kami tersebut
adalah sebuah upaya untuk mewujudkan masyarakat dan lingkungan yang baik
bagi anak cucu kami. Kami sadar bahwa, pendidikan generasi muda tidak
hanya merupakan beban keluarga saja, tetapi tugas bersama dalam sebuah
komunitas atau masyarakat, karenanya kami mengajak para orang tua / wali
murid untuk memiliki misi individu yang sama, yaitu terwujudnya masyarakat pendidik.
Sangat
diharapkan, bahwasanya jika misi tersebut dimiliki oleh setiap elemen
masyarakat, maka beban pendidikan akan ditanggung bersama oleh
masyarakat, tidak hanya kepada guru, sekolah atau pemerintah saja.
Komentar
Direktur the Wahid Institute, Yenny Wahid bahwa anak usia 8 th yang
menjadi pelaku pembunuhan temannya di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan
baru-baru ini, harus juga dijadikan sebagai "korban" sangatlah benar
adanya. Menurut Yenny Wahid, seperti yang diberitakan dalam
www.kompas.com tgl 20/9/15, "Walau pun pelaku, sebenarnya mereka korban.
Anak kecil itu hanya
menyerap apa yang ada di lingkungannya, kemudian dia serap menjadi
perilaku, ketika dia melihat perilaku sekelilingnya dengan kekerasan,
emosional, sehingga gampang melakukan aksi-aksi kekerasan. Itu yang dia
praktikkan. Jadi dia adalah korban juga,"
Pendapat Yenny Wahid
tersebut patut untuk menjadi renungan kita bersama, sebagai Bangsa
Indonesia, bahwa pendidikan tidak hanya terbatas pada jam sekolah saja,
namun juga di luar jam sekolah baik di dalam pergaulan keluarga atau
masyarakat.
Begitupun paradigma keberhasilan atau prestasi
pendidikan harus mulai dirubah dari mewujudkan individu-individu yang
cerdas menjadii masyarakat yang cerdas dan mencerdaskan. Jika paradigma
ini sudah mulai dimiliki oleh setiap orang tua, maka mereka tidak akan
mengajarkan nilai-nilai individualistik kepada anak-anak mereka akan
tetapi nilai-nilai sosial dan kemasyarakatan seperti menghargai teman,
tidak bersikap sombong, dan saling membantu dan kasih sayang.
Adapun
langkah strategis yang dapat segera diaplikasikan untuk mengajarkan
nilai-nilai sosial tersebut adalah dengan mengajak mereka untuk bermain
dengan teman-temannya di luar rumah. Pemberian fasilitas berupa
permainan-permaian digital individualistik baik dalam gadget ataupun
alat elektronik lainnya harus dibatasi dan dipilih mana permainan yang
bernilai positif dan mana yang negatif. Karena boleh jadi, kasus
pembunuhan yang dilakukan oleh anak-anak di bawah umur tersebut
dikarenakan terjadinya pembiaran dilingkungannya, khususnya game-game
digital yang mengandung unsur kekerasan.
No comments:
Post a Comment